Featured

6 UIN Buka Jurusan Kedokteran Tanpa Uang Pangkal di Semua

6 UIN Buka Jurusan Kedokteran – Siapa bilang kuliah di jurusan kedokteran hanya untuk mereka yang punya tabungan ratusan juta? Narasi itu kini mulai runtuh. Enam Universitas Islam Negeri (UIN) resmi membuka jurusan kedokteran tanpa memungut uang pangkal di semua jalur masuk. Ya, benar-benar tanpa uang pangkal. Ini bukan mimpi. Ini adalah bentuk nyata dari gebrakan baru pendidikan tinggi di Indonesia, terutama dalam dunia medis yang selama ini identik dengan biaya mahal.

Langkah ini bukan hanya sekadar strategi akademik, melainkan pernyataan keras bahwa pendidikan, khususnya kedokteran, seharusnya menjadi hak semua orang, bukan hanya milik kaum berada. Dengan di bukanya jurusan ini oleh UIN, anak-anak dari keluarga menengah ke bawah punya peluang nyata menjadi dokter tanpa harus menanggung beban finansial yang menjerat.

Daftar UIN yang Sudah Siap Menjadi Game Changer

Enam kampus UIN yang kini menjadi sorotan nasional ini adalah:

  1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
  2. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
  3. UIN Sunan Ampel Surabaya
  4. UIN Alauddin Makassar
  5. UIN Sultan Syarif Kasim Riau
  6. UIN Walisongo Semarang

Keenam kampus ini telah mendapatkan izin resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuka program studi kedokteran. Bahkan, semua jalur pendaftaran—baik SNBP, SNBT, maupun jalur mandiri—di buka tanpa syarat uang pangkal. Ini bukan hanya menciptakan peluang, tapi juga membuka perang harga terhadap kampus swasta yang selama ini menjadikan uang pangkal sebagai ‘pagar tinggi’ bagi calon mahasiswa.

Pendidikan Gratis Tapi Bukan Murahan

Yang perlu di garisbawahi, meski tanpa uang pangkal, bukan berarti kualitas pendidikan di korbankan. UIN sebagai institusi pendidikan berbasis keislaman dan kenegaraan justru akan mengintegrasikan kurikulum kedokteran dengan nilai-nilai etika, spiritualitas, dan tanggung jawab sosial. Ini bukan sekadar dokter yang pintar secara medis, tapi juga berintegritas dan berempati tinggi.

Fasilitas yang di siapkan pun tidak main-main. Dari laboratorium canggih, rumah sakit pendidikan, hingga kerjasama internasional—semuanya di rancang untuk melahirkan lulusan yang siap bersaing secara global.

Baca juga: https://bambuddhalife.com/

Awas, Kursi Terbatas! Siapkan Dirimu Sekarang!

Langkah progresif ini tentu bukan tanpa tantangan. Jumlah kursi yang tersedia terbatas, karena setiap program studi hanya bisa menampung sekitar 50–70 mahasiswa untuk tahap awal. Artinya, kamu harus bersaing ketat. Tidak ada uang pangkal bukan berarti kamu bisa masuk dengan mudah. Ini justru memanggil mereka yang punya semangat tinggi, visi besar, dan otak tajam.

Sudah saatnya berhenti mengeluh soal biaya. Kalau kamu benar-benar ingin menjadi dokter, ini momen emas yang tidak boleh di sia-siakan. Karena revolusi pendidikan ini bukan sekadar berita—ini adalah pintu yang terbuka lebar untuk masa depanmu! Siap atau tidak, perubahan sudah di mulai!

Featured

1 Juta Guru Akan Dilatih Coding hingga AI

1 Juta Guru – Bayangkan sebuah dunia di mana setiap guru, dari Aceh hingga Papua, tidak hanya menguasai materi pelajaran tradisional, tetapi juga paham betul dengan dunia coding, teknologi, dan kecerdasan buatan (AI). Inilah yang sedang di rencanakan oleh pemerintah Indonesia dengan ambisi besar: melatih satu juta guru di seluruh tanah air untuk menguasai keterampilan digital yang kini menjadi kebutuhan dasar. Bukan sekadar pelatihan teknologi, tetapi sebuah revolusi yang mampu mengubah cara mengajar dan belajar di Indonesia.

Mengapa 1 Juta Guru?

Satu juta bukan angka sembarangan. Angka ini menggambarkan tantangan besar yang harus dihadapi dalam membekali para pengajar dengan kemampuan di luar kemampuan mengajar konvensional. Pendidikan di Indonesia perlu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi. Di masa depan, kemampuan coding dan pemahaman terhadap AI akan menjadi bekal yang sangat penting. Jika para guru tidak di libatkan dalam pelatihan ini, bagaimana bisa mereka mengajarkan keterampilan ini kepada generasi muda?

Pemerintah tentu tidak bisa berharap pada perubahan secara instan. Prosesnya memerlukan waktu, sumber daya, dan komitmen yang tak tergoyahkan. Guru adalah garda terdepan dalam pendidikan, mereka adalah jembatan yang menghubungkan pengetahuan dengan siswa. Tanpa penguasaan keterampilan digital yang memadai, mereka akan kesulitan mengajarkan siswa untuk berkompetisi di era yang serba digital ini.

Transformasi Dunia Pendidikan

Pelatihan ini tidak hanya akan memperkenalkan coding atau pemrograman sederhana kepada guru, tetapi juga akan membuka wawasan mereka tentang bagaimana teknologi seperti AI dapat di gunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Bayangkan, jika guru dapat memanfaatkan AI untuk menganalisis kemajuan siswa secara lebih akurat dan personal, tentu hal ini akan mempercepat proses pendidikan di Indonesia.

Namun, untuk sampai ke titik itu, guru harus di latih dengan intensif. Mereka perlu memahami dasar-dasar pemrograman, mengenal algoritma, hingga belajar bagaimana teknologi ini bisa di aplikasikan dalam konteks pengajaran. Inilah tantangan yang harus di hadapi pemerintah: bagaimana menyiapkan para guru yang tidak hanya tahu tentang teknologi, tetapi juga bisa memanfaatkannya secara efektif di ruang kelas.

Pendidikan di Tangan Generasi Digital

Siswa saat ini hidup di dunia yang sangat berbeda dengan dunia yang di lalui oleh para guru mereka. Dengan pengenalan AI dan coding sejak dini, generasi mendatang akan memiliki keterampilan yang lebih siap untuk memasuki dunia kerja yang sangat kompetitif. Oleh karena itu, pelatihan satu juta guru ini menjadi langkah yang sangat krusial, meskipun mungkin terkesan ambisius.

Baca juga: https://bambuddhalife.com/

Jika benar pemerintah berhasil mewujudkan program pelatihan ini, Indonesia akan memasuki era pendidikan digital yang jauh lebih maju. Bukan hanya di bidang teknologi, tetapi juga di berbagai sektor lainnya yang membutuhkan pemikiran kreatif dan inovatif. Maka, jangan salah jika pendidikan Indonesia kelak akan di pandang sebagai kiblat dari perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan di Asia Tenggara.

Program ini adalah bukti bahwa pendidikan tidak hanya sekadar tentang mengajar, tetapi juga tentang mempersiapkan generasi untuk menghadapi dunia yang penuh tantangan dan peluang. Sebuah langkah besar yang bisa mengubah wajah pendidikan Indonesia selamanya.

Featured

Pemkot Cirebon Izinkan Kembali Study Tour Sekolah

Pemkot Cirebon – Setelah sekian lama study tour dilarang akibat berbagai pertimbangan keamanan dan efisiensi, Pemerintah Kota Cirebon secara mengejutkan membuka kembali keran izin bagi sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan study tour. Kebijakan ini kontan menjadi buah bibir dan memancing berbagai reaksi tajam dari masyarakat. Di satu sisi, sebagian orang tua dan pihak sekolah menyambutnya sebagai “angin segar” bagi dunia pendidikan. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran mendalam terkait keselamatan, beban biaya, hingga urgensi kegiatan semacam ini.

Apakah ini bentuk kemajuan atau justru langkah mundur yang di kemas seolah-olah “progresif”? Pertanyaan ini menggelayut di benak banyak orang.

Aturan yang “Katanya” Ketat, Tapi Apakah Efektif?

Pemkot berdalih bahwa izin di berikan dengan sejumlah aturan ketat. Mulai dari keharusan menggunakan jasa travel resmi, izin dari orang tua, hingga destinasi yang harus bersifat edukatif. Tapi mari kita jujur—berapa banyak dari aturan semacam ini yang benar-benar di tegakkan? Bukankah selama ini kita terlalu sering melihat aturan-aturan semacam itu hanya menjadi formalitas di atas kertas?

Jika tujuannya adalah edukasi, mengapa banyak destinasi yang di pilih justru tempat-tempat wisata hiburan seperti taman bermain, mall, atau bahkan pantai? Apakah “edukasi” hari ini hanya di jadikan dalih untuk liburan terselubung?

Beban Finansial yang Kian Mencekik

Realita di lapangan menunjukkan bahwa tak semua orang tua sanggup membayar biaya study tour yang kadang membengkak hingga jutaan rupiah. Apakah pemerintah benar-benar memperhatikan hal ini? Atau mereka hanya fokus pada pencitraan bahwa pendidikan di kota ini kini kembali “berwarna”?

Bayangkan perasaan anak-anak yang tidak bisa ikut hanya karena orang tuanya tak mampu membayar. Terpinggirkan, malu, bahkan merasa gagal menjadi bagian dari kelompoknya. Di mana nilai inklusivitas pendidikan yang katanya di junjung tinggi?

Siapa yang Bertanggung Jawab Jika Terjadi Sesuatu?

Tak bisa di pungkiri, study tour punya sejarah kelam. Kecelakaan bus, kehilangan siswa, hingga tindakan kriminal acap kali menghantui kegiatan ini. Siapa yang akan bertanggung jawab jika hal serupa terulang? Sekolah? Pemerintah? Atau orang tua harus menerima semuanya sebagai “risiko”?

Baca juga: https://bambuddhalife.com/

Izin memang telah diberikan. Tapi jangan lupakan satu hal: satu keputusan keliru dari pihak berwenang bisa berdampak panjang dan fatal bagi masa depan siswa. Jangan sampai izin ini jadi blunder yang membuktikan bahwa keselamatan dan kesetaraan hanyalah jargon kosong tanpa makna nyata.

Kita butuh pendidikan yang bermakna, bukan sekadar jalan-jalan berlabel “belajar”. Jadi, apakah kebijakan ini layak dirayakan atau justru harus dicurigai?

Featured

Simak Kiat Sukses Kerjakan Soal UTBK SNBT 2025

Soal UTBK SNBT 2025 – UTBK SNBT 2025 bukan sekadar ujian biasa. Ini adalah pintu gerbang ke masa depanmu. Ratusan ribu siswa se-Indonesia akan beradu cerdas, adu cepat, dan adu strategi. Kalau kamu cuma modal hafalan dan latihan soal tanpa taktik, bersiaplah tersingkir dari persaingan yang brutal ini. UTBK bukan hanya menguji otakmu, tapi juga mental, kecepatan berpikir, dan cara menyiasati soal.

Kenali Medan Perangnya: Struktur Soal UTBK SNBT

Jangan bodoh di kandang sendiri. Sebelum berperang, kamu harus tahu dulu seperti apa bentuk soalnya. UTBK SNBT terbagi dalam beberapa bagian utama: Tes Potensi Skolastik (TPS), Literasi dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, serta Penalaran Matematika. Masing-masing punya jebakan tersendiri. Di TPS, logikamu diuji habis-habisan. Di bagian Literasi, kamu akan dihadapkan pada teks yang panjang, memancingmu untuk panik. Dan Penalaran Matematika? Jangan berharap soal hitung-hitungan sepele. Di sini, kamu dituntut berpikir cepat, bukan hanya hafal rumus.

Strategi Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan

Kunci sukses bukan seberapa lama kamu belajar, tapi seberapa tepat strategimu. Latihan soal itu penting, tapi lebih penting lagi adalah bagaimana kamu menganalisis pola soalnya. Cari tahu soal-soal yang sering muncul. Tandai mana yang paling memakan waktu, mana yang bisa kamu selesaikan dalam hitungan detik. Buat sistem prioritas saat mengerjakan. Ingat, UTBK punya sistem penalti tidak langsung: makin lama kamu di satu soal, makin sedikit waktu untuk soal lain.

Gunakan teknik skimming untuk bagian literasi, terutama yang teksnya panjang-panjang. Jangan baca kata per kata. Fokus pada inti paragraf dan temukan benang merahnya. Kalau kamu bisa menangkap esensinya dalam waktu singkat, kamu sudah setengah jalan mengalahkan ribuan pesaingmu.

Latihan Itu Wajib, Tapi Evaluasi Lebih Penting

Jangan buang waktu dengan latihan asal-asalan. Setiap kamu selesai ngerjain soal, evaluasi! Kenapa salah? Di mana kurangnya? Apakah karena kamu panik, kehabisan waktu, atau memang nggak ngerti konsepnya? Evaluasi ini yang bikin kamu berkembang cepat. Dan yang paling penting: jangan sombong kalau nilai tryout-mu tinggi. Real fight-nya di UTBK, bukan di simulasi.

Jaga Fisik dan Mental, Jangan Jadi Korban Lelah Sendiri

UTBK bukan hanya tentang otak encer, tapi juga stamina dan mental baja. Begadang setiap hari bukan cara cerdas. Tubuh lelah = otak lambat. Mental down = fokus buyar. Jaga pola tidur, atur waktu belajar, dan luangkan waktu untuk refreshing. Kamu butuh otak segar saat hari H, bukan kepala berat penuh tekanan.

Baca juga: https://bambuddhalife.com/

Ingat ini baik-baik: UTBK adalah ajang survival. Siapa yang cerdas, strategis, dan tahan banting—dialah yang menang. Jadi, stop jadi pelajar biasa. Jadilah pejuang yang siap menaklukkan UTBK SNBT 2025 dengan kepala dingin dan strategi tajam!

Featured

BGN Buka Opsi Jadikan Kantin Sekolah Dapur MBG

BGN Buka Opsi – Dalam langkah yang mengejutkan banyak pihak, BGN (Bangga Generasi Nusantara) membuka wacana untuk menjadikan kantin-kantin sekolah sebagai dapur produksi bagi merek makanan MBG (Makan Bareng Generasi). Wacana ini bukan sekadar wacana iseng belaka. Melalui berbagai forum resmi dan di skusi publik, BGN tampak serius mengusulkan integrasi dapur sekolah dengan lini bisnis makanan mereka.

Pertanyaannya sekarang, ini inovasi atau manipulasi? Apakah ini langkah cerdas memanfaatkan aset sekolah yang tak terpakai maksimal, atau justru bentuk lain dari komersialisasi ruang pendidikan yang di bungkus dengan jargon “pemberdayaan”?

Narasi Pemberdayaan atau Penguasaan?

BGN berdalih bahwa program ini akan memberdayakan sekolah, guru, bahkan orang tua murid. Dengan menjadikan kantin sebagai dapur MBG, mereka mengklaim dapat memberikan pemasukan tambahan untuk sekolah dan menciptakan lapangan kerja. Tapi tunggu dulu. Di balik narasi mulus itu, ada yang terasa janggal.

Siapa yang sebenarnya akan mengontrol operasionalnya? Apakah sekolah punya kuasa penuh, atau hanya jadi penyedia ruang? Apakah produk yang di hasilkan akan di sesuaikan dengan kebutuhan gizi anak-anak, atau sekadar mengejar target penjualan? Tak ada yang bisa menjamin transparansi di tengah kabut manajemen bisnis yang rumit.

Kantin Sekolah: Ruang Edukasi atau Mesin Produksi?

Selama ini, kantin sekolah seharusnya menjadi bagian dari ekosistem pembelajaran. Tempat anak-anak belajar memilih makanan sehat, mengenal budaya makan yang baik, bahkan belajar nilai ekonomi secara sederhana. Jika peran ini di ambil alih oleh dapur bisnis, apalagi dengan merek yang membawa misi profit, apa yang tersisa dari fungsi edukatif itu?

Bayangkan saja, anak-anak tak lagi membeli dari penjual lokal yang sudah akrab, tapi dari sistem korporasi yang di kemas rapi. Suasana kekeluargaan berganti menjadi struktur bisnis. Interaksi sosial jadi transaksional. Di sinilah letak bahayanya.

Baca juga: https://bambuddhalife.com/

Masa Depan Kantin: Dimiliki Siapa?

BGN harus menjawab banyak pertanyaan sebelum bergerak lebih jauh. Apakah sekolah hanya akan jadi bagian dari rantai distribusi mereka? Apakah pemasukan benar-benar adil di bagi? Dan, yang paling penting: Apakah hak anak-anak untuk menikmati lingkungan belajar yang sehat dan manusiawi tetap di jaga?

Masyarakat berhak curiga. Ketika dunia pendidikan mulai di lirik sebagai lahan bisnis, alarm harus di nyalakan. Jangan sampai demi dalih inovasi, kita menyerahkan ruang-ruang suci pendidikan kepada kepentingan pasar.

Karena jika tak di kawal, dapur MBG bisa saja jadi simbol bagaimana sistem pendidikan kita digerus pelan-pelan oleh kapitalisme yang lihai menyamar.

Featured

Nyoman Parta Usul Ujian Sekolah-Sistem Ranking Diaktifkan Lagi

Nyoman Parta Usul Ujian – Akhir-akhir ini, wacana tentang kembalinya sistem ranking dalam ujian sekolah kembali mencuat setelah adanya usulan dari anggota DPR, Nyoman Parta. Dia mengusulkan agar sistem ranking yang sudah lama di tanggalkan dalam dunia pendidikan kita, di aktifkan kembali. Langkah ini menimbulkan banyak perdebatan, dan tak sedikit orang yang terkejut dengan ide tersebut.

Sistem ranking adalah metode yang selama ini di gunakan untuk menilai peringkat siswa berdasarkan nilai yang mereka peroleh dalam ujian atau tes. Sebelumnya, sistem ini sempat di hapuskan dengan alasan untuk mengurangi tekanan mental yang di alami siswa, serta mendorong kerjasama antar teman sebaya. Namun, mengapa Nyoman Parta kini mendorong agar sistem ini kembali di berlakukan?

Mengapa Harus Kembali ke Sistem Ranking?

Menurut Nyoman Parta, sistem ranking yang pernah di terapkan di Indonesia seharusnya di hidupkan kembali untuk meningkatkan daya saing siswa. Menurutnya, dengan adanya ranking, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar keras dan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Dia juga menganggap bahwa tanpa adanya sistem penilaian yang jelas seperti ini, prestasi siswa tidak akan mudah terukur.

Namun, apakah sistem ranking benar-benar solusi bagi masalah pendidikan kita? Nyoman Parta tampaknya lebih fokus pada pencapaian individu, sementara persoalan besar yang di hadapi pendidikan Indonesia adalah ketimpangan kualitas pendidikan antar daerah dan minimnya fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar. Apakah kembali ke sistem ranking hanya akan memperburuk tekanan psikologis siswa?

Tekanan Mental dan Dilema Sosial

Tidak bisa di pungkiri, sistem ranking ini memang menambah beban mental yang berat bagi sebagian besar siswa. Mereka yang berada di posisi bawah seringkali merasa minder, tidak di hargai, dan bahkan merasa gagal dalam proses belajar mereka. Sedangkan, bagi yang berada di posisi atas, tentu ada tekanan untuk mempertahankan peringkat mereka https://bambuddhalife.com/.

Ternyata, bukan hanya siswa yang merasa tertekan, namun orang tua dan guru pun turut merasa beban berat. Orang tua seringkali memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap anak mereka agar selalu berada di peringkat terbaik, tanpa menyadari bahwa setiap individu memiliki cara belajar yang berbeda. Guru juga tidak lepas dari tekanan untuk menghasilkan murid-murid dengan nilai terbaik, yang tentu saja tidak selalu sejalan dengan perkembangan holistik siswa.

Solusi atau Kemunduran?

Kembalinya sistem ranking tentu perlu di pertimbangkan lebih matang. Tentu saja, ada sisi positif jika di terapkan secara bijak, seperti meningkatkan daya saing yang sehat antar siswa. Namun, kita juga harus jujur dan realistis, apakah sistem ini akan benar-benar membawa perubahan positif bagi kualitas pendidikan di Indonesia atau justru kembali membawa kita pada jurang permasalahan yang lebih dalam?

Baca juga artikel kami yang lainnya: Alasan Ratusan Siswa Lolos Masuk SMP di Buleleng Meski Tak Bisa Baca

Sebelum menyetujui ide ini, kita harus mempertanyakan kembali tujuan utama pendidikan. Apakah untuk menghasilkan individu-individu yang kompetitif atau untuk menciptakan manusia yang memiliki karakter, kecerdasan emosional, dan kemampuan sosial yang baik? Mengubah arah pendidikan tidak bisa semudah itu.

Featured

Pendidikan di Indonesia: Ajang Coba-Coba Para Penguasa

Pendidikan di Indonesia – Sudah jadi rahasia umum, setiap kali kursi Menteri Pendidikan berganti, maka kebijakan pendidikan juga ikut di rombak total. Seakan-akan sistem pendidikan adalah mainan, dan anak-anak Indonesia adalah kelinci percobaan yang tak punya daya. Bayangkan, dalam satu dekade saja, kurikulum berubah lebih dari tiga kali. Dari KTSP, ke Kurikulum 2013, lalu merambah ke Kurikulum Merdeka. Dan setiap perubahan selalu di kemas dengan jargon manis: “demi kemajuan bangsa”, “pendidikan berbasis karakter”, atau “menyiapkan generasi emas”. Tapi hasil nyatanya? Anak-anak kebingungan, guru kelimpungan, dan orang tua frustrasi.

Kebijakan Setengah Matang: Siapa yang Tanggung Jawab?

Masalahnya bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi bagaimana perubahan itu di lakukan tanpa kajian matang, tanpa uji coba cukup, bahkan tanpa evaluasi menyeluruh dari kebijakan sebelumnya. Begitu kursi menteri berpindah, semua yang lama di anggap gagal. Lalu, masuk kebijakan baru yang justru menumpuk pekerjaan rumah. Guru-guru di paksa beradaptasi cepat dengan sistem baru, seringkali tanpa pelatihan memadai. Siswa menjadi korban perubahan sistem yang belum tentu lebih baik dari yang sebelumnya https://bambuddhalife.com/.

Padahal, pendidikan adalah proyek jangka panjang. Hasilnya baru bisa di lihat dalam puluhan tahun. Tapi yang terjadi justru kebijakan berganti hanya untuk memenuhi ambisi pribadi atau citra politik jangka pendek. Tidak sedikit kebijakan yang hanya ingin mencetak “warisan” si menteri, tanpa benar-benar memikirkan dampaknya pada anak-anak yang menjadi subjek utama.

Anak Kehilangan Arah, Guru Kehilangan Pegangan

Coba bayangkan bagaimana rasanya jadi pelajar yang harus menyesuaikan diri tiap kali kebijakan baru muncul. Materi berubah, cara belajar berubah, sistem penilaian berubah. Anak-anak bukan lagi belajar untuk memahami, tapi hanya mengikuti perintah sistem yang terus berubah arah. Mereka bukan belajar dengan tujuan jangka panjang, tapi hanya mengejar nilai dan kelulusan berdasarkan aturan baru yang bahkan guru pun belum tentu paham sepenuhnya.

Di sisi lain, guru juga tidak diberi cukup waktu dan dukungan untuk adaptasi. Mereka dituntut cepat belajar sistem baru, mengatur ulang metode mengajar, bahkan membuat ulang administrasi pembelajaran yang tak sedikit. Ujung-ujungnya, yang di korbankan adalah kualitas belajar-mengajar itu sendiri.

Baca juga artikel kami yang lainnya: Cara Cek NISN buat Pencairan Dana PIP 2025

Sampai Kapan Anak Dijadikan Korban Ambisi?

Kapan negara ini bisa punya sistem pendidikan yang berkelanjutan, konsisten, dan fokus pada kebutuhan peserta didik, bukan ambisi pejabat? Pendidikan semestinya jadi jalan memanusiakan manusia, bukan eksperimen politik tiap ganti pemimpin. Anak-anak bukan papan catur, bukan kelinci percobaan. Mereka adalah masa depan bangsa, yang pantas mendapatkan sistem pendidikan terbaik — bukan yang terus berubah hanya karena ganti orang di kursi kekuasaan.

Featured

Jelang Jadwal Pembayaran, Berikut Daftar Lengkap UKT dan IPI PTNBH di Jawa

Jelang Jadwal Pembayaran, Bulan juni-juli biasanya menjadi waktu pendaftaran pengumuman kelulusan calon mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN). Calon mahasiswa yang lulus perlu bersiap membayar uang kuliah tunggal (UKT) dan luran pengembangan institusi (IPI). Bagi calon mahasiswa yang lulus dalam seleksi nasional masuk PTN melalui jalur SNBP dan SNBT biasanya tidak membayar IPI, sebab IPI dikenakan bagi mahasiswa melalui jalur seleksi mandiri.

Setiap kampus bisa saja memiliki ketentuan serta kebijakan yang berbeda terkait besaran UKT dan IPI ini. Oleh karena itu, calon mahasiswa perlu mencari tahu dan memahami setiap kebijakan kampus dengan seksama agar tidak ada salah persepsi. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut ini daftar biaya minimal dan maksimal UKT dan IPI pada beberapa PTNBH yang ada di pulau jawa.

Universitas Indonesia

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 20.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 7.557.000 dan biaya maksimal Rp 161.670.000

Gadjah Mada (UGM)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan Biaya Maksimal 30.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 7.885.000 dan Biaya Maksimal Rp 50.000.000

Institut Pertanian Bogor (IPB) University

  • UKT: Biaya maksimal Rp 2.400.000 dan biaya maksimal Rp 35.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 23.000.000 dan biaya maksimal Rp 150.000.000

Pendidikan Indonesia (UPI)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 19.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 16.000.000 dan biaya maksimal Rp 31.000.000

Diponegoro (Undip)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 22.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 20.000.000 dan biaya maksimal Rp 200.000.000

Airlangga (Unair)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 25.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 12.500.000 dan biaya maksimal Rp 225.000.000

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 30.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 40.000.000 dan biaya maksimal Rp 75.000.000

Institut Teknologi Bandung (ITB)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan Biaya Maksimal Rp 30.000.000
  • IPI: Biaya dibayarkan persemester dan bukan satu kali dalam studi mahasiswa. Adapun nilai IPI semester satu diusulkan adalah Rp 25.000.000, IPI semester dua Rp 25.000.000, IPI semester tiga Rp 12.500.000, IPI semester empat Rp 12.500.000, IPI semester empat Rp 12.500.000, IPI semester lima Rp 12.500.000, IPI semester enam Rp 12.500.000, dan IPI semester enam Rp12.500.000.

Uiversitas Padjadjaran (Unpad)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 24.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 15.000.000 dan biaya maksimal Rp 195.000.000

Univrsitas Negeri Semarang (Unnes)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan Biaya Maksimal Rp 22.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 5.000.000 dan Biaya Maksimal Rp 150.000.000

Universitas Sebelas Maret (UNS)

  • UKT: Biaya minimal Rp 475.000 dan Biaya Maksimal Rp 30.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 7.885.000 dan Biaya Maksimal Rp 250.000.000

Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 30.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp. 0 dan biaya maksimal Rp 250.000.000

⁠Universitas Brawijaya (UB)

  • UKT: Biaya minimal Rp 3.700.000 dan Biaya Maksimal Rp 23.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 15.000.000 dan Biaya Maksimal Rp 100.000.000

Universitas Negeri Malang (UM)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan Biaya Maksimal Rp 23.500.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 17.000.000 dan Biaya Maksimal Rp 225.000.000

Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 30.000.000
  • IPI: Biaya minimal Rp 10.000.000 dan biaya maksimal Rp 250.000.000

Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

  • UKT: Biaya minimal Rp 500.000 dan biaya maksimal Rp 12.000.000
  • IPI: Biaya minimal RP 0  dan biaya maksimal Rp 28.008.000

Dengan rentang biaya tersebut, UNJ menjadi PTNBH dengan memiliki biaya UKT dan IPI terendah atau termurah dibandingkan PTNBH lain di pulau jawa di kutip oleh bambuddhalife.com.

Ketentuan Dan Keringanan IP

Pembayaran UKT di lakukan persemester. Biasanya di lakukan pada awal ketika akan memasuki semester baru. Sementara IPI merupakan biaya tambahan di luar UKT. IPI biasanya di bayarkan sekali saat pertama kali mahasiswa di terima di PTN dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Setiap besaran biaya IPI di tentukan oleh kampus sesuai dengan aturan yang berlaku.

Berdasarkan permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 tentang standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi pada PTN di lingkungan kemendikbudristek pada pasal 27 ayat 1 bab V dalam aturan tersebut di sebutkan IPI dapat di kenakan pada mahasiswa program diploma dan sarjana yang:

  • Diterima melalui seleksi mandiri oleh PTN sesuai ketentuan perundang-undangan
  • Diterima melalui jalur kelas internasional
  • Diterima melalui jalur kerja sama
  • Rekognisi pembelajaran lampau untuk melanjutkan pendidikan formal pada perguruan tinggi
  • Berkewarnegaraan asing

Sementara itu sesuai permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 pasal 30, mahasiswa dapat mengajukan keringanan IPI kepada pemimpin PTN. Keringanan dapat berupa:

  • Pembebasan dari pengenaan biaya IPI
  • Pengurangan IPI dan/atau
  • Pembayaran IPI secara angsuran

Keringanan IPI dapat di ajukan mahasiswa, orangtua mahasiswa, ataupun pihak lain yang membiayai mahasiswa berdasarkan prinsip kewajaran, proporsional, dan berkeadilan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa. Jadi ketentuan pada pasal 30 Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024, di tentukan dari latar belakang ekonomi keluarga mahasiswa bersangkutan.

ketentuan Dan Subsidi Silang UKT

Selain IPI, hal yang menjadi kewajiban bagi mahasiswa adalah membayar UKT. Terkait sistem UKT sudah mulai di terapkan sejak tahun 2013. UKT di gunakan untuk membiayaan proses pembelajaran, namun sesuai permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 pasal 11 ayat 3 di sebutkan bahwa pengenaan tarif UKT tidak termasuk untuk:

  • Biaya mahasiswa yang bersifat pribadi.
  • Biaya pendukung pelaksanaan kuliah kerja nyata/magang/praktik kerja lapangan mahasiswa.
  • Biaya asrama mahasiswa.
  • Kegiatan pembelajaran dan penelitian yang di laksanakan secara mandiri oleh mahasiswa.

Dalam UKT, pemerintah menerapkan sistem subsidi silang sesuai kondisi ekonomi setiap mahasiswa. Semakin baik latar belakang ekonominya, maka akan semakin besar kelompok UKT yang di bayarkan.

Jadi, mahasiswa dengan kondisi ekomoni yang kuat akan membantu menutupi tagihan biaya kuliah mahasiswa dengan ekonomi yang lebih lemah. Penerapan sistem subsidi silang dalam UKT ini membuat UKT terbagi menjadi beberapa kelompok. Sistem penggolongan UKT memberi kesempatan bagi mahasiswa dengan berbagi kondisi ekonomi agar dapat mengenyam pendidikan, bahkan dengan kondisi ekonomi yang kurang.

Berikut ini pergolongan UKT yang berlaku diberbagai PTN di indonesia Yaitu:

  • Golongan I: UKT terendah, biasanya untuk mahasiswa tidak mampu atau penerima KIP Kuliah atau beasiswa lain dari pemerintah.
  • Golongan II: UKT lebih tinggi dari golongan I.
  • Golongan III: UKT lebih tinggi dari golongan II.
  • Golongan IV: UKT lebih tinggi dari golongan III.
  • Golongan V: UKT lebih tinggi dari golongan IV.
  • Golongan VI: UKT lebih tinggi dari golongan V.
  • Golongan VII: UKT lebih tinggi dari golongan VI.
  • Golongan VIII: UKT tertinggi, untuk mahasiswa dengan ekonomi mampu atau menengah ke atas.

Jadi sistem UKT itu pada prinsipnya mahasiswa dengan golongan tertinggi turut memberikan subsidi silang pada golongan UKT di bawahnya. Dengan demikian mahasiswa yang merasa membayar mahal UKT dan kemudian menuntut fasilitas kampus yang mewah dan sesuai harapannya itu salah kaprah. Sebab UKT itu prinsipnya di gunakan untuk subsidi silang bagi mahasiswa pada golongan tidak mampu.


Baca juga: https://bambuddhalife.com/


Adapun untuk fasilitas atau sarana dan prasarana kampus itu di tentukan oleh seberapa besar IPI yang di berikan mahasiswa kepada kampus. Sebab tujuan IPI itu sesuai permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 di gunakan untuk membiayai pengembangan dan peningkatan berbagai aspek di kampus, seperti infrastruktur, sarana dan prasarana, serta program-program akademik.

Jadi jika IPI yang di berikan mahasiswa kepada kampus rendah atau sedikit, hal ini juga akan berimplikasi pada kualitas pengembangan dan peningkatan berbagai aspek di kampus, seperti infrastruktur, sarana dan prasarana, serta program-program akademik.

Featured

Sekolah Rakyat, Sekolat Unggulan, dan Sekolah Negeri yang Terancam Tutup

Sekolah Rakyat – Pemerintah berencana membuka dua bentuk institusi pendidikan baru tahun ini: Sekolah unggulan Garuda dan sekolah rakyat.

Sekolah unggulan di khususkan bagi anak berprestasi dan cerdas secara “kognitif”. Mereka akan di tempat dengan serius agar dapat melanjutkan kuliah ke luar negeri.

Sementara sekolah rakyat dikhususkan bagi peserta didik yang berasal dari kurang mampu.

Seperti halnya seolah unggulan, sekolah nrakyat akan di buat dalam sistem asrama sehingga pendidikan dapat berlangusung secara formal dan informal dalam pengewasan sekolah 24 jam.

Kontroversi di Balik Kebijakan Pendidikan Baru

Kebijakan membangun dua bentuk instansi pendidikan ini banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan. Mulai dari kebijakan yang di nilai tergesa-gesa hingga pada kebijakan yang minim koordinasi antarkementrian.

Sekolah rakyat akan berada di bwah naungan Kementerian Sosial. Sementara sekolah masih belum begitu jelas. Namun, pihak yang sering memberi penjelasan sekolah unggulan adalah Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan teknologi (Kemendikti Saintek).

Kekhawatiran publik patut di benarkan. Biasanya kebijakan yang bersentuhan langsung dengan rakyat membutuhkan kajian akademik cukup lama.

Di butuhkan peta jalan yang nantinya akan menentukan ke mana tujuan akhir dari pembangunan dua jenis pendidikan ini.

Sejarah sudah membuktikan kegagalan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Kebijakan pendidikan yang kurang memiliki kajian mendalam serta minim persiapan berakhir di tengah jalan.

Padahal, pemerintah daerah sudah banyak yang terlanjur membangun infrastruktur sekolah, tapi sekarang terbengkalai dan harus di manfaatkan untuk tujuan lain.

Alasan lain yang membuat kaget adalah, dua bentuk sekolah ini ujung-ujung hadir di tengah polemik sekolah-sekolah yang terancam gulung tikar.

Sekolah-sekolah negeri sudah banyak yang “tiarap” karena kalah bersaing dengan sekolah swasta.

Tulisan ini merangkum empat masalah utama jika pemerintah tetap memaksakan membangun dua jenis entitas pendidikan baru.

Baca juga artikel lainnya di sini https://bambuddhalife.com/

Pertama, Sekolah Negeri Terancam Tutup Karena Kekurangan Murid

Sekolah rakyat dan sekolah unggulan tentu akan mengurangi jumlah siswa yang berpotensi atau sudah bersekolah di sekolah tertentu. Institusi pendidikan yang akan terkena dampak adalah sekolah dasar negeri (SDN). Kondisi saat ini, banyak SDN yang sudah di tutup dan terancam tak lagi beroperasi karena kekurangan murid.

Jika kita browsing pada laman internet dengan kata kunci “sekolah dasar negeri kekurangan murid”, maka akan muncul sekolah-sekolah dasar di seluruh Indonesia yang hanya memiliki lima pendaftar, tiga pendaftar, satu pendaftar. Bahkan, ada Sekolah yang tidak ada pendaftar murid baru.

hadirnya sekolah rakyat dan sekolah unggulan tentu akan memperparah kompleksitas permasalah sekolah negeri. bukan hanya SDN saja yang nantinya kehilangan murid, SMP dan SMA negeri pasti akan terimbas pula.

Faktor ini harus menjadi pertimbangan lain dari Kemensos dan Kemendikti Saintek yang merencanakan membuka sejumlah sekolah sekolah baru mulai tahun ini.

Guru Besar UNS Tolak Kebijakan Menkes, Sampaikan 6 Poin Ini

Guru Besar UNS – Langkah mengejutkan datang dari lingkungan akademik. Seorang guru besar dari Universitas Sebelas Maret (UNS) menyatakan penolakannya secara terbuka terhadap kebijakan terbaru Menteri Kesehatan. Bukan sekadar kritik biasa, penolakan ini di kemas dengan enam poin tajam yang membuka mata publik. Dalam dunia akademik yang cenderung hati-hati, pernyataan seperti ini bukan hal lumrah. Ini bentuk keberanian.

Sikap keras ini bukan tanpa alasan. Sang guru besar menilai kebijakan tersebut berpotensi merusak tatanan sistem kesehatan nasional yang selama ini dibangun dengan susah payah. Ada aroma ketergesaan, ketidakterbukaan, hingga potensi konflik kepentingan yang mengusik nurani ilmuwan.


Poin Pertama: Privatisasi Terselubung

Poin pembuka langsung menghantam. Menurut sang akademisi, kebijakan Menkes membawa sinyal kuat menuju privatisasi layanan kesehatan. Melalui berbagai regulasi dan skema baru, ada indikasi keterlibatan swasta akan semakin mendominasi, menggusur fungsi pelayanan publik. Ini bukan reformasi, katanya, melainkan langkah mundur yang mengabaikan esensi kesehatan sebagai hak dasar warga negara.

Baca juga : 1 Juta Guru Akan Dilatih Coding hingga AI


Poin Kedua: Minimnya Partisipasi Publik

Poin kedua menyoroti proses pengambilan kebijakan yang di anggap tidak partisipatif. Dalam sistem demokrasi, penyusunan kebijakan nasional seharusnya melibatkan suara publik, terlebih dalam isu strategis seperti kesehatan. Tapi kali ini, suara masyarakat sipil, organisasi profesi, hingga kampus, nyaris tak terdengar. Semuanya di putuskan dari atas, tanpa ruang dialog yang sehat. Sang guru besar menyebutnya sebagai bentuk “arogansi struktural”.


Poin Ketiga: Ancaman pada Profesi Medis

Kebijakan ini di nilai melemahkan independensi dan profesionalisme tenaga medis. Ada kecenderungan birokratisasi berlebihan yang mengatur hingga ke hal teknis pelayanan. Bahkan, beberapa regulasi baru berpotensi menurunkan standar etika dan moral profesi. Guru besar ini menyuarakan kekhawatiran: “Apakah ini sistem kesehatan atau sistem kontrol politik atas dokter?”


Poin Keempat: Krisis Kepercayaan Terhadap Sistem Kesehatan

Dalam poin keempat, di sorot bagaimana kebijakan ini bisa memperparah krisis kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Alih-alih meningkatkan kualitas dan aksesibilitas, kebijakan ini justru menyulitkan rumah sakit daerah dan fasilitas layanan primer. Beberapa aturan mempersulit alur pengadaan alat medis, perekrutan SDM, dan distribusi obat. Bukannya merapikan sistem, justru menjerumuskan ke dalam kekacauan administratif.


Poin Kelima: Ketimpangan Kian Melebar

Ketimpangan antara kota dan desa, pusat dan daerah, rumah sakit besar dan kecil, menjadi semakin mencolok dengan kebijakan ini. Pendekatan “satu sistem untuk semua” yang di paksakan pusat tak mengakomodasi realitas lapangan. Guru besar itu dengan tegas menyebut: “Yang di untungkan hanya segelintir rumah sakit elite, sementara puskesmas dan klinik rakyat di gilas kebijakan yang tidak ramah terhadap keterbatasan.”


Poin Keenam: Bahaya Komersialisasi Kesehatan

Poin penutup sekaligus yang paling tajam adalah tuduhan bahwa kebijakan ini membuka celah besar untuk komersialisasi kesehatan. Dengan membuka akses luas bagi investasi asing, peluang industri kesehatan di jadikan lahan bisnis semakin terbuka lebar. Ini bukan lagi soal pelayanan publik, melainkan soal untung dan rugi. Kesehatan bukan barang dagangan, serunya, tapi kini terlihat seperti itu di mata pembuat kebijakan.


Pernyataan ini mengguncang. Tidak hanya karena isi kritiknya, tapi karena datang dari dunia akademik yang kerap di pandang steril dari dinamika politik dan ekonomi. Tapi kali ini, seorang guru besar dari UNS memilih berdiri, melawan, dan menyuarakan enam poin tajam demi menjaga marwah kesehatan rakyat Indonesia.

Sejarah Kebangkitan Nasional dan Tokoh Pentingnya

Sejarah Kebangkitan – Bangsa Indonesia bukan lahir dari kehampaan. Di balik tanah subur dan kekayaan alam yang melimpah, pernah ada luka dalam: penjajahan yang merampas harga diri dan martabat rakyat selama berabad-abad. Tapi kebodohan kolonial tidak berlangsung selamanya. Pada awal abad ke-20, muncul gelombang kesadaran baru. Kesadaran bahwa bangsa ini harus bangkit, melawan, dan berdiri di atas kaki sendiri.

Kebangkitan Nasional bukan sekadar tanggal di kalender. Ia adalah ledakan kesadaran, pemberontakan intelektual yang menolak tunduk pada belenggu kolonialisme. Momentum ini ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Sebuah organisasi yang diinisiasi oleh para pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) yang sudah muak melihat rakyatnya hidup terinjak-injak di negerinya sendiri.

Boedi Oetomo menjadi simbol pertama bahwa anak bangsa mulai berani berpikir, berbicara, dan bergerak. Bukan sekadar perjuangan bersenjata, tapi perlawanan lewat pendidikan, organisasi, dan semangat kebangsaan. Inilah babak baru sejarah Indonesia.

Dr. Soetomo: Nyala Api dari Meja Belajar

Salah satu nama yang tak bisa di pisahkan dari kebangkitan nasional adalah Dr. Soetomo. Lahir di Jawa Timur pada 1888, ia bukan orang terpandang atau anak bangsawan. Tapi pikirannya tajam dan hatinya gelisah. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana bangsanya di injak dan di hina. Dan ia memilih untuk tidak tinggal diam.

Saat menjadi mahasiswa STOVIA, Soetomo bersama beberapa rekan mendirikan Boedi Oetomo. Organisasi ini fokus pada pendidikan, kebudayaan, dan perjuangan sosial. Jangan anggap remeh gerakan ini. Di masa itu, mendirikan organisasi pribumi yang berbicara soal kemajuan dan nasionalisme adalah tindakan yang nyaris dianggap pemberontakan.

Soetomo percaya bahwa hanya lewat pendidikan, bangsa ini bisa bangkit. Ia terus menyuarakan pentingnya ilmu pengetahuan dan kesadaran sosial. Ia membuka ruang dialog, menulis, dan menginspirasi generasi muda untuk tidak puas menjadi budak di tanah sendiri.

Ki Hajar Dewantara: Menyalakan Obor di Tengah Gelap

Tak kalah penting, nama Ki Hajar Dewantara muncul sebagai garda depan dalam membakar semangat nasionalisme. Sosok ini tak hanya di kenal sebagai pahlawan pendidikan, tapi juga pemikir tajam yang berani melawan dengan pena. Lewat tulisan-tulisannya, ia mengkritik kebijakan kolonial secara frontal, hingga akhirnya di buang ke Belanda.

Namun, pembuangan tak memadamkan semangatnya. Sepulang dari pengasingan, ia mendirikan Taman Siswa, lembaga pendidikan alternatif yang memperjuangkan hak anak-anak pribumi untuk belajar dengan cara yang merdeka. Filosofinya terkenal: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan.

Ki Hajar tak cuma mengajarkan membaca dan menulis. Ia menanamkan identitas, harga diri, dan semangat kebangsaan dalam setiap pelajaran. Baginya, pendidikan bukan sekadar alat mencerdaskan otak, tapi senjata untuk membebaskan jiwa.

baca juga : 1 Juta Guru Akan Dilatih Coding hingga AI

Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker: Dua Senjata dalam Satu Gagasan

Gerakan Kebangkitan Nasional tidak bisa hanya mengandalkan satu tokoh. Ada juga Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker (Ernest Douwes Dekker), dua tokoh penting yang berani menyerang sistem kolonial secara langsung. Mereka mendirikan Indische Partij, organisasi politik pertama yang secara terang-terangan menyuarakan kemerdekaan.

Indische Partij melawan secara terbuka. Tjipto di kenal lantang menyuarakan anti-penjajahan, meski harus berhadapan dengan pengasingan dan tekanan. Sementara Douwes Dekker, cucu dari Multatuli penulis “Max Havelaar,” menggunakan warisan idealismenya untuk menyuarakan keadilan bagi bangsa jajahan.

Mereka mengajarkan bahwa kebangkitan bukan hanya urusan orang Jawa, tapi semua rakyat Hindia. Semangat ini yang kemudian menjadi fondasi persatuan nasional yang berujung pada Sumpah Pemuda tahun 1928 dan proklamasi kemerdekaan di 1945.

Membuka Jalan Menuju Merdeka

Kebangkitan Nasional adalah titik tolak. Bukan akhir perjuangan, tapi awal dari kesadaran kolektif. Para tokoh yang muncul di masa itu bukan manusia luar biasa dengan kekuatan super. Mereka adalah orang biasa dengan hati yang membara. Mereka tak sekadar bicara, mereka bertindak. Dan tindakan merekalah yang membuka jalan bagi generasi berikutnya untuk melanjutkan perjuangan menuju kemerdekaan.

10 Jurusan Kuliah S1 yang Lulusannya Punya Gaji Tinggi

10 Jurusan Kuliah – Di tengah realitas keras dunia kerja, ijazah saja tidak cukup. Kalau kamu mau hidup nyaman dan nggak pusing tiap awal bulan, maka sejak awal harus cerdas memilih jurusan kuliah. Bukan hanya soal minat, tapi juga prospek penghasilan. Karena faktanya, ada jurusan-jurusan yang lulusannya diburu perusahaan dan dibayar mahal sejak awal karier. Ini dia daftar 10 jurusan S1 yang berpotensi mengantar lulusannya ke tangga gaji tinggi—dan bukan sekadar janji.

1. Teknik Informatika

Siapa bilang coding cuma buat kutu buku? Di era digital, lulusan Teknik Informatika adalah pahlawan di balik layar. Mereka dicari startup, perusahaan teknologi global, sampai instansi pemerintah. Gaji awal bisa tembus Rp8–12 juta, belum termasuk bonus proyek dan saham jika masuk perusahaan teknologi unicorn.

2. Kedokteran

Profesi dokter tetap jadi primadona. Walau kuliahnya panjang dan menguras energi, imbalannya sepadan. Lulusan S1 Kedokteran (dengan profesi dokter) bisa langsung dapat penghasilan dua digit per bulan, apalagi kalau sudah buka praktik sendiri atau kerja di rumah sakit swasta papan atas.

3. Teknik Perminyakan

Meski dunia perlahan beralih ke energi terbarukan, industri migas masih membayar mahal para insinyurnya. Teknik Perminyakan adalah jurusan eksklusif dengan peluang kerja internasional. Gaji fresh graduate saja bisa mulai dari Rp10 juta dan bisa naik drastis saat bekerja di lapangan atau luar negeri.

Baca juga : 1 Juta Guru Akan Dilatih Coding hingga AI

4. Ilmu Komputer dan Data Science

Ini jurusan masa depan. Lulusan yang paham algoritma, analisis data, hingga machine learning diburu semua sektor. Gaji awal untuk data analyst atau data engineer bisa mencapai Rp10–15 juta. Bahkan beberapa perusahaan asing berani membayar dalam dolar jika skill kamu mumpuni.

5. Aktuaria

Jurusan ini masih asing buat banyak orang, tapi jangan remehkan potensinya. Ilmu aktuaria fokus pada risiko keuangan dan matematika kompleks. Perusahaan asuransi, bank, dan manajer investasi siap membayar tinggi. Gaji awal? Bisa mulai Rp8–12 juta dan terus naik tajam seiring pengalaman dan sertifikasi.

6. Teknik Sipil

Indonesia sedang gencar membangun. Dari proyek tol, pelabuhan, hingga ibu kota baru, lulusan Teknik Sipil jadi ujung tombak. Kalau kamu masuk ke perusahaan kontraktor besar atau BUMN, gaji awal bisa tembus Rp8 juta lebih, apalagi jika kamu ditempatkan di proyek lapangan.

7. Hukum (Korporat dan Bisnis)

Jangan bayangkan lulusan hukum hanya sibuk di pengadilan. Banyak yang masuk ke firma hukum internasional atau jadi legal officer di perusahaan besar. Spesialisasi di hukum bisnis dan korporat bisa bikin kamu digaji belasan juta sejak awal, ditambah tunjangan luar biasa.

8. Teknik Elektro

Jurusan ini tak pernah kehabisan permintaan. Dari industri manufaktur, kelistrikan, telekomunikasi, sampai otomasi—semuanya butuh lulusan Teknik Elektro. Gaji awal berkisar antara Rp8–10 juta, tapi akan naik drastis jika kamu bekerja di sektor energi atau masuk industri otomotif besar.

9. Arsitektur

Buat yang punya jiwa kreatif dan logika teknis sekaligus, jurusan Arsitektur adalah jalan prestisius. Proyek desain rumah, gedung, hingga tata kota membayar tinggi lulusannya. Meski gaji awal bisa bervariasi, arsitek andal bisa meraup penghasilan puluhan juta rupiah per proyek.

10. Manajemen dan Keuangan

Lulusan manajemen dan akuntansi yang punya spesialisasi keuangan, investasi, atau analis pasar modal bisa langsung terjun ke dunia perbankan, perusahaan sekuritas, atau fintech. Analis keuangan pemula saja bisa mengantongi Rp8–12 juta, dan angka ini bisa melonjak jika kamu masuk ke perusahaan multinasional atau mendapatkan sertifikasi CFA.

Pilih Jurusan, Jangan Asal Ikut Arus

Fakta di lapangan menunjukkan, memilih jurusan kuliah tidak bisa hanya berdasarkan “katanya seru” atau “biar satu kampus sama teman”. Gaji besar adalah buah dari jurusan yang strategis dan keterampilan yang relevan dengan industri. Kalau kamu ingin hidup mapan dan punya karier menjanjikan, mulailah dari bangku kuliah dengan memilih jalur yang benar-benar punya nilai jual di pasar kerja.

Guru dan Dokter Bakal Digantikan AI, Kata Bill Gates

Guru dan Dokter – Pernyataan Bill Gates bahwa kecerdasan buatan (AI) akan menggantikan profesi guru dan dokter bukan sekadar bualan futuristik. Ini adalah alarm keras yang membelah dunia pendidikan dan kesehatan, membangunkan mereka yang masih tertidur di zona nyaman. Sang pendiri Microsoft ini bukan orang sembarangan. Ketika ia bicara tentang masa depan, dunia biasanya mendengarkan. Tapi, benarkah mesin akan mengambil alih peran manusia yang selama ini di anggap tak tergantikan?

AI yang Tak Lagi Sekadar Asisten

AI hari ini bukan lagi robot kikuk yang hanya bisa menjawab pertanyaan sederhana. Dengan kemajuan teknologi, AI kini mampu menganalisis jutaan data medis dalam hitungan detik, memberikan diagnosis yang lebih cepat—dan tak jarang, lebih akurat—di bandingkan dokter manusia. AI seperti ChatGPT atau MedPaLM dari Google sudah mulai di gunakan untuk menjawab pertanyaan medis dengan detail yang mengalahkan konsultan profesional.

Dalam dunia pendidikan, AI seperti Khanmigo dari Khan Academy atau platform berbasis GPT-4 mampu menjadi tutor pribadi 24 jam. Mereka tidak pernah lelah, tidak pernah bosan, dan mampu menyesuaikan pembelajaran sesuai kecepatan murid. Guru manusia? Mereka punya keterbatasan waktu, energi, dan kesabaran.

Baca juga : Nyoman Parta Usul Ujian Sekolah-Sistem Ranking Diaktifkan Lagi

Ketika Empati Dikalahkan oleh Efisiensi

Para pendukung AI berdalih bahwa teknologi tidak menggantikan manusia, melainkan mendukung. Tapi mari kita jujur—ketika sebuah sistem AI mampu menyampaikan pelajaran matematika dengan animasi, suara menyenangkan, dan analisis kesalahan yang real-time, mengapa orang tua harus tetap membayar mahal les privat?

Di bidang kesehatan, sistem AI bahkan sudah di gunakan di rumah sakit-rumah sakit besar untuk membaca hasil CT Scan, mendeteksi kanker, bahkan memprediksi risiko penyakit kronis sebelum gejala muncul. Ketepatan diagnosis ini bukan main-main. Bahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa AI bisa mendeteksi kanker payudara dua tahun lebih awal daripada radiologis berpengalaman.

Apa artinya ini? Jika diagnosis dan pengobatan bisa dilakukan lebih cepat dan lebih akurat oleh mesin, lalu apa peran dokter manusia ke depannya?

Harga Murah, Kecepatan Tinggi, Akurasi Maksimal

Inilah senjata utama AI—kombinasi antara harga yang lebih murah, kecepatan tanpa tanding, dan akurasi yang semakin mendekati kesempurnaan. Bayangkan seorang siswa di pelosok Papua bisa belajar fisika kuantum langsung dari AI yang berbicara dalam bahasa lokal, menggunakan ilustrasi visual interaktif. Atau seorang ibu di desa terpencil mendapatkan diagnosis medis yang benar hanya melalui aplikasi ponsel.

Teknologi ini menghapus batasan geografis, sosial, bahkan ekonomi. Tidak perlu sekolah mahal atau rumah sakit elit. Semua informasi dan layanan, tersedia kapan pun dan di mana pun. Dalam dunia seperti ini, profesi yang dulunya eksklusif menjadi bisa di akses siapa saja, melalui sebuah layar kecil.

Rasa Takut dan Ego Profesi yang Mulai Terguncang

Tentu saja banyak yang menolak keras ide ini. Para profesional merasa identitas dan perannya di rampas oleh algoritma dingin. Tapi kenyataan tak bisa di bantah. AI tidak lelah. Tidak mogok kerja. AI tidak butuh gaji, tidak protes soal jam kerja, dan tidak membawa masalah pribadi ke tempat kerja. Mereka konsisten, objektif, dan tak terbebani emosi.

Inilah yang menjadi ketakutan terbesar: manusia tidak bisa bersaing dengan efisiensi mesin. Guru yang merasa telah mendedikasikan hidupnya untuk mendidik generasi muda mulai bertanya, “Apakah aku masih di butuhkan?” Dokter yang menghabiskan puluhan tahun di bangku pendidikan kini harus menghadapi kenyataan bahwa mesin bisa mengambil alih sebagian besar fungsi utamanya.

Transformasi yang Tak Terelakkan

Bill Gates tidak sedang mengancam. Ia sedang mengingatkan. Dunia berubah, dan mereka yang tak mampu beradaptasi akan tertinggal. AI bukan sekadar alat, tapi revolusi yang akan mengganti wajah sistem yang sudah ratusan tahun stagnan.

Jika guru dan dokter tidak mulai merangkul teknologi, jika mereka masih bersandar pada metode lama, maka bukan mustahil ramalan itu akan menjadi kenyataan. Bukan soal apakah akan di gantikan, tapi kapan. Dan saat itu datang, tidak ada lagi tempat untuk mereka yang menolak berubah.

Alasan Ratusan Siswa Lolos Masuk SMP di Buleleng Meski Tak Bisa Baca

Alasan Ratusan Siswa – Apa jadinya jika ratusan siswa dinyatakan lolos masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), tapi ternyata tak bisa membaca? Kedengarannya mustahil, tapi inilah kenyataan yang terjadi di Buleleng. Data dari Dinas Pendidikan setempat mengungkap bahwa banyak siswa yang melenggang ke jenjang SMP tanpa kemampuan literasi dasar. Ini bukan hanya mencengangkan, tapi juga memprihatinkan.

Bagaimana bisa mereka dinyatakan lulus SD dan diterima di SMP tanpa bisa membaca? Apakah sistem kita sedang sangat toleran, atau justru sedang berada dalam kondisi kritis?

Sistem Pendidikan yang Terjebak Formalitas

Salah satu penyebab utama dari fenomena ini adalah sistem pendidikan yang terlalu fokus pada formalitas administrasi daripada kualitas pendidikan itu sendiri. Banyak sekolah dasar yang mengejar angka kelulusan tanpa mempertimbangkan kompetensi riil siswa. Asalkan hadir, mengikuti ujian, dan di nyatakan lulus secara administratif, maka siswa di anggap “layak” naik tingkat.

Baca juga : Pendidikan di Indonesia: Ajang Coba-Coba Para Penguasa

Masalah ini makin parah ketika evaluasi belajar hanya sebatas angka rapor dan ujian akhir, bukan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Akibatnya, kemampuan dasar siswa di kesampingkan demi mengejar target kelulusan yang tinggi.

Guru pun sering kali berada dalam tekanan untuk “meluluskan semua”, apalagi bila ada tekanan dari kepala sekolah atau orang tua siswa. Maka tak heran, ratusan siswa yang belum bisa membaca tetap naik kelas dan akhirnya masuk SMP.

Zonasi yang Tak Melihat Kompetensi

Sistem zonasi yang di berlakukan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga menjadi bagian dari masalah. Tujuan awal zonasi adalah pemerataan akses pendidikan, tapi dalam praktiknya, sistem ini justru membuka jalan bagi siswa tanpa kompetensi masuk ke sekolah menengah.

Zonasi menitikberatkan pada jarak tempat tinggal, bukan kemampuan siswa. Maka, siapa pun yang tinggal dekat sekolah, meski belum bisa membaca sekalipun, tetap memiliki peluang besar di terima. Kriteria seleksi yang longgar ini membuat sekolah tak punya pilihan selain menerima siswa berdasarkan lokasi, bukan kualitas.

Ketika PPDB hanya mempertimbangkan titik koordinat rumah, sistem seleksi menjadi tidak relevan dengan kemampuan akademik siswa. Ini memperlihatkan bahwa sistem pendidikan nasional sedang abai terhadap kualitas, dan lebih sibuk mengatur peta wilayah.

Kesenjangan Kualitas Pendidikan Dasar

Di daerah seperti Buleleng, tak bisa di mungkiri bahwa kesenjangan pendidikan masih sangat lebar. Banyak SD di daerah pelosok kekurangan tenaga pengajar berkualitas, kekurangan fasilitas belajar, dan tak punya program remedial yang memadai.

Siswa dari latar belakang keluarga miskin atau kurang pendidikan seringkali tidak mendapat dukungan belajar di rumah. Mereka datang ke sekolah hanya untuk duduk di kelas, tanpa pemahaman yang mendalam tentang materi. Ketika guru tak punya waktu cukup untuk membimbing secara personal, kemampuan dasar seperti membaca menjadi terabaikan.

Lebih parahnya, tidak semua guru terlatih untuk menangani siswa dengan kebutuhan belajar khusus. Alih-alih diberi perhatian lebih, siswa yang tertinggal justru ikut arus, di luluskan begitu saja, lalu masuk ke jenjang berikutnya dengan beban yang lebih berat.

Tekanan Sosial dan Budaya “Naik Kelas”

Di banyak daerah, termasuk Buleleng, ada norma sosial yang menekan sekolah agar semua siswa “naik kelas” tanpa kecuali. Meluluskan siswa di anggap sebagai pencapaian, sementara menahan siswa di anggap sebagai kegagalan guru atau sekolah. Budaya semacam ini menyebabkan guru dan kepala sekolah enggan mengambil langkah tegas terhadap siswa yang belum siap naik kelas.

Orang tua pun seringkali tidak menerima bila anaknya tak naik kelas. Mereka lebih fokus pada “status” daripada kemampuan. Akibatnya, sekolah mengambil jalan pintas: luluskan semua siswa, meski belum siap, demi menghindari konflik.

Dan inilah hasilnya—ratusan siswa di terima di SMP dengan kemampuan membaca yang sangat minim. Sebuah bom waktu pendidikan yang bisa meledak kapan saja.

Cara Cek NISN buat Pencairan Dana PIP 2025

Cara Cek NISN – Bagi para siswa yang tengah menunggu pencairan Dana PIP (Program Indonesia Pintar) 2025, salah satu hal yang harus kamu lakukan adalah cek NISN. Bukan cuma sekadar cek, tapi cara ceknya harus tepat biar semua proses pencairan dana berjalan lancar tanpa hambatan. Jadi, jangan sampai kamu lewatkan langkah penting ini, karena NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) adalah kunci utama buat verifikasi dan pencairan dana yang sudah lama di tunggu-tunggu.

Bingung bagaimana cara cek NISN buat pencairan Dana PIP 2025? Tenang, kami akan kasih tahu secara detail dan lengkap, biar kamu gak salah langkah dan pencairan dana bisa langsung kamu nikmati. Yuk, simak!


1. Apa Itu NISN dan Kenapa Harus Cek?

Sebelum melangkah lebih jauh, yuk kita pahami dulu apa itu NISN dan kenapa cek NISN itu krusial buat pencairan Dana PIP.
NISN adalah nomor identifikasi unik yang di berikan kepada setiap siswa di Indonesia yang terdaftar dalam sistem pendidikan nasional. Nah, NISN ini di gunakan untuk memverifikasi status keanggotaan siswa dalam berbagai program, salah satunya adalah Program Indonesia Pintar (PIP).

Pencairan Dana PIP 2025 gak bisa di lakukan kalau data NISN kamu gak valid atau gak terdaftar. Jadi, sebelum segala sesuatunya terlambat, kamu harus pastikan dulu bahwa NISN kamu sudah terdaftar dengan benar. Bagaimana cara ceknya? Baca terus!

Baca juga : Jelang Jadwal Pembayaran, Berikut Daftar Lengkap UKT dan IPI PTNBH di Jawa


2. Cara Cek NISN Online dengan Mudah

Jangan khawatir, cek NISN itu gak rumit kok! Kamu bisa melakukannya dengan cara yang sangat praktis, yaitu secara online. Berikut langkah-langkahnya:

Langkah 1: Kunjungi Situs Resmi Pencarian NISN
Pertama-tama, buka situs resmi yang di sediakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Situs tersebut bisa kamu akses melalui link http://nisn.data.kemdikbud.go.id. Ini adalah sumber terpercaya, jadi jangan sampai salah situs ya!

Langkah 2: Masukkan Data yang Dibutuhkan
Di halaman utama situs cek NISN, kamu akan melihat kolom yang meminta untuk memasukkan Nama Lengkap dan Tempat, Tanggal Lahir. Pastikan kamu mengisi data ini sesuai dengan data yang terdaftar di sistem sekolah, ya!

Langkah 3: Klik Cek NISN
Setelah mengisi kolom dengan benar, klik tombol Cek NISN dan sistem akan menampilkan informasi mengenai NISN kamu. Jika kamu sudah terdaftar, nomor NISN akan muncul bersama dengan informasi lengkap lainnya.

Jika kamu gagal menemukan NISN kamu, bisa jadi karena salah ketik atau data yang terdaftar tidak sesuai dengan yang ada di sistem. Pastikan nama dan tanggal lahir yang kamu masukkan sudah benar.


3. Cek NISN untuk Pencairan Dana PIP

Setelah berhasil, kamu bisa langsung lanjut ke langkah selanjutnya, yaitu memastikan apakah NISN kamu sudah terdaftar untuk mendapatkan Dana PIP 2025.
Jika kamu sudah terdaftar dan memenuhi syarat, dana PIP akan segera cair ke rekening yang terdaftar. Biasanya, sekolah akan memberikan informasi lebih lanjut tentang cara pencairan dana tersebut.

Namun, jika setelah kamu tidak terdaftar, ada beberapa langkah yang bisa di lakukan:

  1. Konfirmasi dengan Sekolah: Cek ke pihak sekolah untuk memastikan bahwa data kamu sudah di input dengan benar dalam sistem pendidikan nasional.
  2. Perbarui Data Diri: Jika ada kesalahan dalam data yang terdaftar, segera lakukan perbaikan melalui sistem yang di sediakan oleh sekolah.

4. Mengapa Cek NISN Itu Penting?

Jangan anggap sepele proses cek NISN. Ini adalah langkah awal yang sangat krusial untuk memastikan bahwa pencairan Dana PIP 2025 bisa berjalan lancar. Jika NISN kamu tidak terdaftar atau ada masalah dengan data, maka proses pencairan bisa tertunda.

Selain itu, jika kamu tidak cek sejak dini, bisa jadi kamu akan terlambat mendapat informasi penting terkait bantuan yang sudah di siapkan untuk siswa. Maka dari itu, pastikan segera dan lakukan konfirmasi dengan pihak sekolah jika ada masalah.


Nah, sudah siap melakukan pengecekan? Ingat, pencairan Dana PIP 2025 itu hanya bisa di lakukan dengan data yang valid dan terverifikasi, jadi pastikan langkah-langkah di atas kamu lakukan dengan tepat.

Makanan Bukan Hanya untuk Perut, Tapi juga Otak

Makanan Bukan Hanya untuk Perut – Siapa bilang makanan hanya sekadar untuk mengisi perut? Kalau begitu, coba pikirkan lagi: kenapa ada kalanya kamu merasa lelah dan tidak fokus saat belajar, padahal perutmu sudah kenyang? ternyata, makanan tidak hanya memberikan energi untuk tubuh, tetapi juga untuk otak. Asupan gizi yang tepat bisa membuat perbedaan besar dalam cara kita berpikir, berkonsentrasi, dan mengingat informasi. Tanpa makanan yang tepat, bagaimana mungkin otak bisa bekerja secara optimal dalam memproses pelajaran yang kita terima?

Baca juga : Jelang Jadwal Pembayaran, Berikut Daftar Lengkap UKT dan IPI PTNBH di Jawa

Mengapa Gizi Itu Penting untuk Pembelajaran?

Pernahkah kamu merasa kantuk melanda setelah makan berat? Itu bukan hanya masalah kenyang, tapi juga berhubungan langsung dengan kualitas makanan yang kita konsumsi. Makanan yang kita makan berperan besar dalam memberi bahan bakar bagi otak. Otak yang sehat dan berfungsi dengan baik membutuhkan nutrisi yang mendukung kerja sel-sel otak, meningkatkan daya ingat, dan memperlancar proses berpikir.

Sayangnya, di tengah kebiasaan makan cepat saji dan jajanan instan, kita sering lupa bahwa asupan gizi yang seimbang adalah kunci untuk memaksimalkan potensi belajar kita. Tanpa gizi yang cukup, otak kita bisa terasa seperti mesin yang kehabisan bahan bakar—lesu, lambat, dan sulit mencerna informasi.

Jenis Makanan yang Meningkatkan Fokus dan Konsentrasi

Untuk mendukung proses belajar, tubuh memerlukan asupan yang kaya akan vitamin, mineral, dan zat gizi lainnya. Protein, misalnya, sangat penting untuk memperbaiki dan membangun jaringan otak. Makanan kaya protein seperti ikan, telur, dan kacang-kacangan bisa meningkatkan neurotransmiter di otak yang membantu proses berpikir dan memori.

Selain itu, asam lemak omega-3 yang banyak ditemukan dalam ikan berlemak seperti salmon dan tuna juga sangat penting untuk kesehatan otak. Omega-3 berperan dalam meningkatkan konsentrasi, kemampuan berpikir jernih, dan kemampuan memori jangka panjang. Jadi, jika kamu ingin menjadi lebih pintar, mungkin sudah saatnya kamu memperhatikan makanan yang masuk ke dalam tubuhmu.

Jangan lupakan pula karbohidrat kompleks yang ditemukan dalam makanan seperti roti gandum, oatmeal, dan nasi merah. Karbohidrat ini memberikan energi yang bertahan lama, berbeda dengan gula sederhana yang bisa memberikan lonjakan energi sementara tetapi cepat hilang, meninggalkan perasaan lesu dan sulit berkonsentrasi. Karbohidrat kompleks memberikan suplai glukosa yang stabil ke otak, sehingga kamu bisa tetap fokus lebih lama.

Vitamin dan Mineral yang Tidak Bisa Dilewatkan

Selain protein dan lemak sehat, vitamin dan mineral juga memainkan peran penting dalam kesehatan otak. Vitamin B, terutama B6, B12, dan asam folat, sangat penting dalam proses pembentukan neurotransmiter yang mengatur suasana hati dan kemampuan belajar. Kekurangan vitamin B dapat mempengaruhi daya ingat dan konsentrasi.

Mineral seperti zat besi juga tidak kalah penting. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, yang pada gilirannya membuat kamu merasa cepat lelah dan sulit fokus. Makanan yang kaya zat besi, seperti daging merah, bayam, dan kacang-kacangan, harus menjadi bagian dari asupan harian kamu, agar otak dan tubuh tetap dalam kondisi prima saat belajar.

Makanan Ringan yang Mendukung Pembelajaran

Bukan hanya makanan utama, camilan juga bisa berperan dalam meningkatkan konsentrasi. Camilan sehat seperti buah-buahan, yogurt, atau kacang-kacangan dapat memberikan energi ekstra yang dibutuhkan oleh otak. Hindari camilan manis yang berlebihan, karena meskipun rasanya enak, makanan tersebut justru akan menurunkan konsentrasi setelah lonjakan gula darahnya turun drastis.

Dengan memilih camilan yang kaya akan serat dan protein, kamu bisa mempertahankan energi untuk tetap fokus pada materi pelajaran. Jangan anggap remeh efek dari camilan ini; pilihan yang tepat bisa membuat kamu lebih siap menghadapi ujian atau menyelesaikan tugas dengan lebih efisien.

Keseimbangan antara makan dengan pola hidup yang sehat adalah kunci sukses dalam proses belajar. Jadi, jika kamu ingin menjadi lebih pintar dan maksimal dalam pembelajaran, mulailah dengan memberi tubuh dan otakmu asupan yang mereka butuhkan. Apa yang kamu makan, akan mempengaruhi cara kamu berpikir.

Biografi Tuanku Imam Bonjol, Pimpinan Tertinggi Perang Padri

Biografi Tuanku Imam Bonjol – Tuanku Imam Bonjol adalah pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Barat.

Tuanku Imam Bonjol terkenal sebagai pemimpin perang Padri melawan Belanda pada abad ke-19.

Pada tahun 1820, Tuanku Imam Bonjol di tunjuk sebagai pimpinan tertinggi perang Padri.

Perjuangannya dalam memimpin masyarakat Minangkabau harus terhenti pada 1837 karena ditipu oleh Belanda.

Akibat siasat licik Belanda, Tuanku Imam Bonjol hidup di pengasingan hingga akhir hayatnya.

Berikut ini biografi singkat Tuanku Imam Bonjol.

Baca juga: Sekolah Rakyat, Sekolat Unggulan, dan Sekolah Negeri yang Terancam Tutup

Asal-usul Tuanku Imam Bonjol

Sumber-sumber mengenai Tuanku Imam Bonjol berasal dari tambo, keterangan keluarga, dan para penulis Belanda.

Dari tambo diketahui bahwa Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, pada tahun 1772.

Nama asli Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Syahab. Ia merupakan putra dari Khatib Rajamuddin atau Bayanuddin Syahab dan Hamatun.

Ayahnya adalah seorang guru agama yang berasal dari Sungai Rimbang, sekarang Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, sedangkan ibunya berasal dari Maroko.

Pengaruh keagamaan ayahnya telah melekat sejak kecil dan terus berkembang hingga Tuanku Imam Bonjol dewasa dan menjadi seorang pemimpin.

Pendidikan Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol di tempa dengan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang menjadi modal utamanya sewaktu menjadi pemimpin perang Padri.

Pendidikan Tuanku Imam Bonjol di mulai dari ayahnya, khususnya dalam ilmu agama Islam.

Saat usia Imam Bonjol tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Setelah itu, ia di asuh oleh sang nenek, yang juga mengajarinya agama islam lebih dalam.

Sebelum di kenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol,

Muhammad Syahab mempunyai beberapa gelar atau nama panggilan, seperti Peto Syarif dan Malim Basa.

Sewaktu di asuh neneknya, Muhammad Syahab lebih di kenal sebagai Peto Syarif.

Di samping belajar agama Islam, ia juga mempelajari mengenai pandai besi, pertambangan, silat, dan pengetahuan umum lainnya yang harus di kuasai oleh seorang pemuda Minangkabau.

Peto Syarif, yang memiliki keinginan belajar yang tinggi, merantau ke beberapa daerah dan ke beberapa ulama, salah satunya Tuanku Koto Tuo.

Karena kepandaiannya, Peto Syarif yang saat itu sudah berusia 20 tahun, di angkat oleh Tuanku Koto Tuo menjadi asistennya sekaligus guru bantu.

Perjuangan Tuanku Imam Bonjol

Pada tahun 1803, Malim Basa pergi ke Kamang, Sumatera Barat, dan berguru kepada Tuanku Nan Renceh.

Dari Tuanku Nan Renceh, Malim Basa lebih banyak belajar tentang ilmu perang, yang di perlukan untuk pemurnian ajaran agama Islam.

Tuanku Nan Renceh sangat tegas melawan perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam, dan oleh karena itu terlibat konflik dengan Kaum Adat dalam Perang Padri.

Pada awal Perang Padri, Kaum Padri berperang melawan Kaum Adat di bawah pimpinan Harimau Nan Salapan.

Harimau Nan Salapan adalah sebutan untuk delapan ulama pemimpin Perang Padri, yang salah satunya Tuanku Nan Renceh.

Di era perang saudara antara Harimau Nan Salapan dan kaum adat, Malim Basa belum berpartisipasi aktif dalam perang Padri.

Partisipasi Malim Basa dalam Perang Padri di mulai saat Tuanku Nan Renceh menunjuknya sebagai imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol.

Ia juga di tugaskan membangun sebuah benteng di Bukit Tajadi, yang di beri nama Benteng Bonjol.

Sejak peristiwa itulah, nama Tuanku Imam Bonjol lebih populer daripada nama asli maupun gelarnya.

Kedudukan seorang imam di waktu gerakan Paderi adalah sebagai kepala pemerintahan nagari dalam bidang ibadah Islam.

Bersama-sama dengan Kadhi, ia memimpin pemerintahan nagari dalam pelaksanaan ibadah dan hukum Islam menurut Al-Quran dan hadis Nabi.

Tuanku Imam Bonjol merupakan imam dalam berbagai segi kehidupan, misalnya imam yang cerdas dalam berpikir, imam dalam berpidato, dan imam dalam peradilan silang sengketa, sehingga sangat di hormati dan di muliakan orang Minangkabau.

Siapa Guru Pertama di Dunia? Ini Sosoknya

Siapa Guru Pertama – Setiap sekolah ataupun lembaga belajar lainnya pasti di didik oleh seorang guru. Namun pernahkah kamu terpikir, siapa guru pertama di dunia?

Adalah sosok yang kerap di sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru memikul tugas untuk membentuk pola pikir hingga karakter siswa dari tingkatan dasar hingga atas.

Guru sendiri merupakan profesi yang sudah ada sejak lama. Namun dulu guru belum di kenal dengan sebutan seperti sekarang. Sekolah pertama berdiri sejak 3.000 SM mendatangkan pendeta sebagai ‘guru’.

Julukan guru pertama di dunia mengarah kepada Konfusius yang kini terkenal sebagai seorang filsuf asal Cina. Siapakah dia?

Konfusius Sosok Guru Pertama di Dunia

Konfusius lahir di Cina pada tahun 551 SM. Diketahui, ayah Konfusius meninggal ketika dia masih muda. Akibatnya ia tumbuh miskin dan tidak sempat mengenyam bangku sekolah.

Namun, Konfusius muda tetap belajar secara mandiri selama di besarkan oleh ibunya. Ia mempelajari berbagai bidang dari musik, sejarah, dan matematika.

Waktu itu, sekolah di peruntukkan bagi anak laki-laki yang berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya. Tapi, ia memikirkan hal lain.

Menurut Konfusius, setiap makhluk hidup harus di didik dan pendidikan adalah jalan menuju peningkatan diri dan kebajikan. Oleh karena itu, ia tak ragu untuk belajar berbagai ilmu secara otodidak.

Di masa tuanya, Konfusius menjadi seorang guru dan tokoh politik.

Pada usia 56 tahun ia mengembara ke seluruh Cina dan mencari tempat yang bisa dibantu dalam hal pendidikan. Hal itu dilakukannya selama 11 tahun.

Ketika kembali, ia terus mengajar dan banyak menulis. Menariknya Konfusius tidak pernah mengajar di sekolah, tetapi ia memiliki banyak siswa. bambuddhalife.com

Metode Pengajaran yang Menciptakan Legasi

Apa yang membuat Konfusius begitu istimewa dalam dunia pendidikan adalah metode pengajaran yang ia terapkan. Ia tidak hanya mengandalkan ceramah atau pengajaran satu arah, tetapi ia memperkenalkan pendekatan interaktif dan mendalam. Konfusius mengajarkan kepada murid-muridnya untuk menggali potensi diri mereka.

Metode konfusius ini sangat terkenal dengan pendekatan yang mendorong murid untuk mencari kebenaran dalam diri mereka sendiri. Ia sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah, dan dengan cara itu, murid-muridnya tidak hanya belajar jawaban, tetapi juga belajar bagaimana cara berpikir dengan benar.

Konfusius dan Pendidikan Moral

Konfusius menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan duniawi, tetapi juga tentang pembentukan karakter. Salah satu ajaran utamanya adalah “Ren” nilai kemanusiaan yang mengajarkan pentingnya saling menghormati dan cinta kasih antar sesama. Dalam masyarakat yang kacau, dengan konflik antar negara bagian yang berkecamuk, ajaran tentang moralitas ini menjadi sangat penting. Bagi Konfusius, pendidikan bukan hanya soal keterampilan atau wawasan, tetapi juga tentang membentuk manusia yang memiliki integritas dan kesadaran sosial yang tinggi.

Tak hanya itu, Konfusius juga mengajarkan pentingnya hubungan antara guru dan murid, dengan menekankan rasa hormat yang harus ada dalam hubungan tersebut. Baginya, seorang guru adalah figur yang tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga menjadi contoh hidup yang patut di ikuti

Konfusius: Warisan Pendidikan yang Tak Terhapuskan

Sebagai guru pertama di dunia, pengaruh Konfusius melampaui batas-batas Tiongkok. Ajarannya tentang etika, moral, dan pemerintahan tetap relevan hingga kini. Banyak negara di Asia, terutama negara-negara yang terpengaruh oleh kebudayaan Tiongkok, seperti Korea, Jepang, dan Vietnam, masih menerapkan nilai-nilai Konfusianisme dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Di dunia pendidikan modern, meskipun teknologi sudah maju pesat, kita masih bisa menemukan ajaran Konfusius yang mengedepankan pentingnya karakter dan kebijaksanaan dalam pembelajaran. Tidak hanya berbicara tentang angka dan teori, tetapi juga tentang bagaimana menjadi manusia yang lebih baik.