Pemkot Cirebon Izinkan Kembali Study Tour Sekolah

Pemkot Cirebon – Setelah sekian lama study tour dilarang akibat berbagai pertimbangan keamanan dan efisiensi, Pemerintah Kota Cirebon secara mengejutkan membuka kembali keran izin bagi sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan study tour. Kebijakan ini kontan menjadi buah bibir dan memancing berbagai reaksi tajam dari masyarakat. Di satu sisi, sebagian orang tua dan pihak sekolah menyambutnya sebagai “angin segar” bagi dunia pendidikan. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran mendalam terkait keselamatan, beban biaya, hingga urgensi kegiatan semacam ini.

Apakah ini bentuk kemajuan atau justru langkah mundur yang di kemas seolah-olah “progresif”? Pertanyaan ini menggelayut di benak banyak orang.

Aturan yang “Katanya” Ketat, Tapi Apakah Efektif?

Pemkot berdalih bahwa izin di berikan dengan sejumlah aturan ketat. Mulai dari keharusan menggunakan jasa travel resmi, izin dari orang tua, hingga destinasi yang harus bersifat edukatif. Tapi mari kita jujur—berapa banyak dari aturan semacam ini yang benar-benar di tegakkan? Bukankah selama ini kita terlalu sering melihat aturan-aturan semacam itu hanya menjadi formalitas di atas kertas?

Jika tujuannya adalah edukasi, mengapa banyak destinasi yang di pilih justru tempat-tempat wisata hiburan seperti taman bermain, mall, atau bahkan pantai? Apakah “edukasi” hari ini hanya di jadikan dalih untuk liburan terselubung?

Beban Finansial yang Kian Mencekik

Realita di lapangan menunjukkan bahwa tak semua orang tua sanggup membayar biaya study tour yang kadang membengkak hingga jutaan rupiah. Apakah pemerintah benar-benar memperhatikan hal ini? Atau mereka hanya fokus pada pencitraan bahwa pendidikan di kota ini kini kembali “berwarna”?

Bayangkan perasaan anak-anak yang tidak bisa ikut hanya karena orang tuanya tak mampu membayar. Terpinggirkan, malu, bahkan merasa gagal menjadi bagian dari kelompoknya. Di mana nilai inklusivitas pendidikan yang katanya di junjung tinggi?

Siapa yang Bertanggung Jawab Jika Terjadi Sesuatu?

Tak bisa di pungkiri, study tour punya sejarah kelam. Kecelakaan bus, kehilangan siswa, hingga tindakan kriminal acap kali menghantui kegiatan ini. Siapa yang akan bertanggung jawab jika hal serupa terulang? Sekolah? Pemerintah? Atau orang tua harus menerima semuanya sebagai “risiko”?

Baca juga: https://bambuddhalife.com/

Izin memang telah diberikan. Tapi jangan lupakan satu hal: satu keputusan keliru dari pihak berwenang bisa berdampak panjang dan fatal bagi masa depan siswa. Jangan sampai izin ini jadi blunder yang membuktikan bahwa keselamatan dan kesetaraan hanyalah jargon kosong tanpa makna nyata.

Kita butuh pendidikan yang bermakna, bukan sekadar jalan-jalan berlabel “belajar”. Jadi, apakah kebijakan ini layak dirayakan atau justru harus dicurigai?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *